MAKALAH
SOSIOLOGI HUKUM
HUKUM DAN KEKUASAAN
Oleh:
Kelompok I
1.
Kiki Reski
2.
Sri Wahyu Nensi
3.
Hilpiyah Chory
4.
Andri Sarifuddin
5.
Makmur
6.
Abrar
7.
Rahmat Kadir
8.
Patahuddin
PENDIDIKAN
SOSIOLOGI
FAKULTAS ILMU SOSIAL
UNIVERSITAS NEGERI
MAKASSAR
2012/2013
KATA PENGATAR
ﺒﺳﻡﺍﷲﺍﺮﺤﻣﻥﺍﺮﺣﻳﻡ
Assalamu Alaikum
Warahmatullahi Wabarakatuh
Puji syukur kami panjatkan
kehadirat Allah SWT karena atas limpahan
rahmat dan hidayah-Nya, sehingga kami dapat menyelesaikan tugas ini tepat pada
waktunya.
Tugas ini dibuat sebagai hasil
pengidentifikasian berdasarkan referensi dari situs internet. Tugas ini juga
disusun dalam rangka pemenuhan tugas yang diberikan oleh dosen pembimbing Sosiologi
Hukum.
Penulis sangatlah menyadari bahwa
di dalam penyusunan tugas “Hukum dan
Kekuasaan” ini, masih banyak terdapat kekurangan, baik dari segi isi maupun
teknik penulisan. Seperti halnya pepatah yang mengatakan “Tak ada gading yang tak retak”. Untuk itu, kami tetap menerima
saran ataupun kritikan yang membangun demi penyempurnaan pada pembuatan tugas berikutnya.
Ucapan terima kasih dan
penghargaan yang setinggi-tingginya kami sampaikan kepada seluruh pihak yang
telah turut membantu dalam penyusunan intisari ini. Akhir kata, semoga intisari
ini dapat bermanfaat bagi kita semua, amin!
Wassalamu Alaikum
Warahmatullahi Wabarakatuh
Makassar, 20
September 2013
Kelompok I
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR...................................................................................... 2
DAFTAR
ISI................................................................................................... 3
BAB I PENDAHULUAN
A.
LATAR
BELAKANG....................................................................................... 4
B.
RUMUSAN
MASALAH................................................................................... 5
C.
TUJUAN........................................................................................................... 5
BAB II
PEMBAHASAN
A. HUKUM............................................................................................................ 6
B. KEKUASAAN................................................................................................... 8
C. HUBUNGAN
HUKUM DENGAN KEKUASAAN......................................... 10
BAB III PENUTUP
A.
KESIMPULAN.................................................................................... 14
B.
SARAN................................................................................................. 14
DAFTAR
PUSTAKA....................................................................................... 15
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Law is a
system of standardized norms regulating human conduct, deliberalely established
for the purpose of social control. Law are interpreted and enforced by formal
public (political) authority, rather than by custom. (see also: cicil law,
class law, criminal law).
Jika kita terjun ke dalam kenyataan kehidupan
sehari-hari maka kita akan dapat benar-benar menyaksikan hal-hal yang diuraikan
pada bagian terdahulu,yaitu yang membicarakan tentang hukum sebagai suatu
institusi sosial. Di situ kita melihat, bahwa bekerjanya hukum itu memang tidak
dapat dilepaskan dari pelayanan yang di berikanya kepada masyarakat (di
sekelilingnya). Singkat kata, hukum itu tidak bekerja menurut ukuran dan
pertimbanganya sendiri, melainkan dengan memikirkan dan mempertimbangkan apa
yang baik untuk di lakukannya bagi masyarakat.
Untuk
menjalankan pekerjaan seperti itu, hukum membutuhkan suatu kekuatan
pendorong.ia membutuhkan kekuatan pendorong. Ia membutuhkan kekuatan kepadanya
untuk menjalankan fungsi hukum, seperti misalnya sebagai kekuatan pengintegrasi
atau pengkoordinasi proses-proses dalam masyarakat. Kita bisa mengatakan,bahwa
hukum tanpa kekuasaan akan tinggal sebagai keinginan-keinginan atau ide-ide
belaka.
Secara singkat
dapat dikatakan bahwa “Hukum tanpa kekuasaan adalah angan-angan, kekuasaan
tanpa hukum adalah kelaliman”.[1] Kekuasaan itu tidak tidak selalu menyertai kekuatan
dan sebaliknya. Ini disebabkan karena kekuasaan tidak selalu, bahkan sering
tidak bersumber pada kekuatan fisik. kekuasaan merupakan suatu unsur yang
mutlak dalam suatu masyarakat hukum dalam arti masyarakat yang diatur oleh dan
berdasarkan hukum.[2].
Untuk
lebih jelasnya, dalam makalah ini akan dibahas mengenai hukum, kekuasaan, serta
hubungan hukum dengan kekuasaan, bagaimana keduanya saling memberikan
sumbangsih.
B. Rumusan
Masalah
Berdasrakan rumusan masalah di atas, adapun masalah yang akan dibahas dalam
makalah ini antara lain sebagai berikut:
- Apakah yang dimaksud dengan hukum?
- Apakah yang dimaksud dengan kekuasaan?
- Bagaimanakah hubungan antara hukum dengan kekuasaan?
C. Tujuan
Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan dari makalah ini adalah
sebagai berikut:
- Untuk mengetahui tentang hukum.
- Untuk mengetahui tentang kekuasaan.
- Untuk mengetahui hubungan antara hukum dengan kekuasaan.
BAB II
PEMBAHASAN
A. HUKUM
Hukum merupakan peraturan-peraturan yang bersifat
memaksa yang menentukan tingkah laku manusia dalam lingkungan masyarakat, yand
dibuat oleh badan-badan resmi pemerintah, dan pelanggaran terhadap peraturan
tadi berakibat diambilnya tindakan, berdasarkan penafsiran dari JCT.
Simorangkir, S.H. Adapun ciri-ciri mendasar dari hukum yaitu, terdapat perintah
ataupun larangan dan perintah atau larangan tersebut harus dipatuhi oleh setiap
orang.
Hukum adalah sistem yang terpenting dalam pelaksanaan
atas rangkaian kekuasaan kelembagaan. Dari bentuk penyalahgunaan kekuasaan
dalam bidang politik, ekonomi dan masyarakat dalam berbagai cara dan bertindak,
sebagai perantara utama dalam hubungan sosial antar masyarakat terhadap
kriminalisasi dalam hukum pidana, hukum pidana yang berupayakan cara negara
dapat menuntut pelaku dalam konstitusi hukum menyediakan kerangka kerja bagi
penciptaan hukum, perlindungan hak asasi manusia dan memperluas kekuasaan
politik serta cara perwakilan di mana mereka yang akan dipilih.
Pandangan tentang hukum memiliki perbedaan di antara
para ahli. Meskipun ada perbedaan pandangan, namun pengertian itu dapat
diklasifikasikan dalam tiga kelompok, yaitu:
Pertama, hukum diartikan sebagai nilai-nilai. Misalnya Viktor
Hugo yang mengartikan hukum sebagai kebenaran dan keadilan. Grotius mengemukakan
bahwa hukum adalah suatu aturan moral tindakan yang wajib yang merupakan
sesuatu yang benar. Pembahasan hukum dalam konteks nilai-nilai berarti memahami
hukum secara filosofi karena nilai -nilai merupakan abstraksi tertinggi dari
kaidah-kaidah hukum.
Kedua, hukum diartikan sebagai asas-asas fundamental dalam
kehidupan masyarakat definisi hukum dalam perspektif ini terlihat dalam
pandangan Salmond yang mengatakan “hukum merupakan kumpulan asas-asas yang
diakui dan diterapkan oleh negara di dalam peradilan”
Ketiga, hukum diartikan sebagai kaidah atau aturan tingkah
laku dalam kehidupan masyarakat. Vinogradoff mengartikan hukum sebagai
seperangkat aturan yang diadakan dan dilaksanakan oleh suatu masyarakat dengan
menghormati kebijakan dan pelaksanaan kekuasaan atas setiap manusia dan barang.
Pengertian yang sama dikemukakan oleh Kantorowich, yang berpendapat bahwa hukum
adalah suatu kumpulan aturan sosial yang mengatur perilaku lahir dan berdasarkan
pertimbangan.
Menurut Prof. Subekti, SH., hukum itu mengabdi pada
tujuan negara yaitu mencapai kemakmuran dan kesejahteraan rakyatnya dengan cara
menyelenggarakan keadilan. Keadilan itu menuntut bahwa dalam keadaan yang sama
tiap orang mendapat bagian yang sama pula.
Unsur-unsur hukum meliputi :
a)
Peraturan
mengenai tingkah laku manusia dalam bermasyarakat
b)
Peraturan
tersebut dibuat oleh badan yang berwenang
c)
Peraturan
itu secara umum bersifat memaksa
d)
Sanksi dapat
dikenakan bila melanggarnya sesuai dengan ketentuan atau perundang undangan
yang berlaku.
Jadi, berdasarkan uraian di atas, dapat dikatakan bahwa hukum merupakan
suatu lembaga kemasyarakatan yang primer di dalam suatu masyarakat, terlebih
lagi jika memenuhi syarat berikut:
a)
sumber dari
hukum mempunyai wewenang
b)
hukum jelas
dan sah secara yuridis
c)
penegak
hukum dijadikan sebagai teladan
d)
diperhatikannya
jiwa hukum dalam jiwa masyarakat
e)
sanksi
bersifat positif maupun negatif
f)
perlindungan
efektif bagi mereka yang terkena aturan-aturan hukum.
Hukum secara
umum dibedakan menjadi dua, yaitu:
a)
Hukum kebiasaan
Hukum kebiasaan disebut dengan adat, norma dan nilai yang ada di
masyarakat. Atau hukum yang hidup di dalam masyarakat. Yang mengatur tingkah
laku masyarakat, untuk mewujudkan cita-cita dalam masyrakat, merupakan hasil karya masyarakat, dan
merupakan bentuk awal dari hukum tentang
praktek.
b)
Hukum positif
Hukum formal yang dibuat dan diberlakukan pemerintah yang merupakan
peraturan baku yang mengatur kehidupan rakyat, yang mencakup nilai, norma
kebaikan yang diterima dan diberlakukan pada masyarakat.
Sementara itu, dalam teori Max Weber tentang hukum dikemukakan empat tipe
ideal dari hukum, yaitu:
a)
Hukum
irasional dan material, yaitu dimana pembentuk undang-undang dan hakim
mendasarkan keputusannya semata-mata pada nilai-nilai emosional tanpa menunjuk
pada suatu kaidah.
b)
Hukumi
rasional dan formal, yaitu dimana pembntuk undang-undang dan hakim berpedoman
pada kaidah-kaidah di luar akal, oleh karena didasarkan pada wahyu atau
ramalan.
c)
Hukum
rasional dan material, di mana keputusan-keputusan para pembentuk undang-undang
dan hakim menunjuk pada suatu kitab suci, kebijaksanaan-kebijaksanaan penguasa
atau ideologi.
d)
Hukum
rasional dan formal, yaitu dimana hukum dibentuk semata-mata atas dasar
konsep-konsep abstrak dari ilmu hukum.
B. KEKUASAAN
Kekuasaan adalah
kemampuan untuk menggunakan pengaruh pada orang lain; artinya kemampuan untuk
mengubah sikap atau tingkah laku individu atau kelompok. Kekuasaan juga berarti
kemampuan untuk mempengaruhi individu, kelompok, keputusan, atau kejadian.
Kekuasaan tidak sama dengan wewenang, wewenang tanpa kekuasaan atau kekuasaan
tanpa wewenang akan menyebabkan konflik dalam organisasi.
Secara umum
ada dua bentuk kekuasaan:
a.
Kekuasaan pribadi, kekuasaan yang didapat dari para
pengikut dan didasarkan pada seberapa besar pengikut mengagumi, respek dan
terikat pada pemimpin.
b.
Kekuasaan posisi, kekuasaan yang didapat dari wewenang formal organisasi.
Kekuasaan berkaitan erat dengan pengaruh (influence) yaitu tindakan atau
contoh tingkah laku yang menyebabkan perubahan sikap atau tingkah laku orang
lain atau kelompok.
Ada beberapa
sumber kekuasaan, yaitu:
a)
Sarana paksaan fisik yang sering seklai digunakan untukn menguasai pihak
lain adalah senjata.
b)
Harta benda.
c)
Normatif, yaitu orang yang memiliki pengaruh terhadap pihak lainkarena
norma sosial yang berlaku mengharuskan masyarakat patuh.
d)
Popularitas (pribadi terkenal), yaitu adanya potensi dan daya tarik.
e)
Pengetahuan, informasi dan keahlian.
f)
Massa yang terorganisasi dalam ormas tertentu.
g)
Jabatan.
h)
Pers atau lembaga penyiaran publik.
Adapun unsur pokok kekuasaan
yaitu, rasa takut, rasa cinta, kepercayaan, pemujaan. Dan saluran kekuasaan
yaitu, saluran militer, saluran ekonomi, saluran politik, saluran tradisional,
saluran ideologi, serta saluran lainnya.
Ditinjau dari sudut ilmu politik, hukum merupakan suatu sarana dari elit
yang sedang berkuasa, yang sedikit banyaknya dipergunakan untuk mempertahankan
atau bahkan untuk menambah kekuasaan. Bentuk-bentuk kekuasaan dalam masyarkat
beraneka ragam dengan masing-masing polanya. Pada umumnya, ada pla umum di
dalam setiap masyarakat, walaupun pada dasarnya masyarakat tadi mengalami
perubahan-perubahan. Biasanya bentuk dan sistem kekuasaan selalu menyesuaikan
dirinya pada masyarakat dengan adat istiadat dan pola perikelakuannya (Soerjono
Soekanto 1978:179). Mungkin secara kritis, batas-batasnya dapat mengalami
perubahan sedikit, akan tetapi batasan antara berkuasa dengan yang dikuasai
selalu ada. Gejala inilah yang menimbulkan lapisan kekuasaan atau piramida
kekuasaan yang didasarkan pada rasa kekhawatiran dari masyarakat akan
terjadinya disintegrasi apabila tidak ada kekuasaan. Karena integrasi
masyarakat dipertahankan oleh tata tertib sosial yang dijalankan oleh penguasa,
maka masyarakat mengakui adanya lapisan-lapisan kekuasaan tersebut, walaupun
kadang-kadanghal itu merupakan beban berat bagi mereka (yaitu masyarakat) (R.M.
Maclver 1954: 98). Namun, inilah tanda bahwa dalam masyarakat ada yang
memerintah dan yang diperintah.
Kekuasaan
bukanlah semata-mata banyak orang yang tunduk di bawah seorang penguasa,
kekuasaan senantiasa berarti suatu sistem berlapis-lapis yang bertingkat (hierarchis) (Macvler 1950: 17). Menuurt
Macvler, dapat dijumpai tiga pola umum dari sistem lapisan-lapisan kekuasaan
atau piramida kekuasaan, yaitu:
a)
Tipe pertama
adalah tipe kasta, yaitu sistem lapisan
kekuasaan dengan garis-garis pemisah yang tegas dan kaku. Tipe semacam ini
biasanya dapat dijumpai pada masyarakat yang berkuasa, di mana hampir tidak
terjadi gerak sosial yang kekal. Garis pemisah masing-masing lapisan hampir tak
mungkinditembus.
b)
Tipe kedua
dinamakan tipe oligarkis, merupakan lapisan kekuasaan yang masih mempunyai
garis pemisah yang tegas, akan tetapi dasar pembedaan kelas-kelas sosial
ditemukan oleh kebudayaan masyarakat, terutama dalam hal kesempatan yang
diberikan kepada warga masyarakat untuk memperoleh kekuasaan tertentu.
c)
Tipe yang
ketiga yaitu tipe demokratis, lebih menunjukkan akan adanya garis pemisah
antara lapisan yang sifatnya mobil sekali. Kelahiran tidak terlalu menentukan
kedudukan seseorang, yang terpenting adalah kemampuannya dan kadang-kadang juga
faktor keberuntungan.
Dengan
memiliki kekuasaan, seseorang atau kelompok akan menggunakan kekuasaannya untuk
bertindak atau dengan kata lain memiliki wewenang terhadap suatu hal.
C. HUBUNGAN HUKUM DENGAN KEKUASAAN
Pada
pembahasan sebelumnya telah dijelaskan pola-pola piramida kekuasaan, sehingga
dapat jelas terlihat bahwa dalam piramida tersebut berhubungan dengan dasar
berlakunya hukum. Itu hanyalah satu aspek dari hubungan antara hukum dengan
piramida kekuasaan yang mewujudkan suatu objek penelitian tentang faktor
kekuasaan dalam penerapan hukum. Di satu sisi, ini dapat menunjukkan sejauh
mana hukum digunakan untuk mempertahankan atau menambah kekuasaan. Di sisi
lain, hal ini dapat memberi petunjuk samapai seberapa jauh efektivitas hukum
dalam membatasi ruang lingkup kekuasaan.
Kekuasaan
perlu sebuah “kemasan” yang bisa memperebutkan dan mempertahankan kekuasaan
yaitu politik. Yang menjadi permasalahan adalah mana yang menjadi hal yang
mempengaruhi atau yang dipengaruhi. Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya,
bahwa tidak bisa satu hal saja yang mempengaruhi hal yang dipengaruhi. Antara
hukum dan kekuasaan saling berpengaruh satu sama lain atau bisa disebut saling
melengkapi. Sehingga di satu sisi hukum yang dipengaruhi oleh kekuasaan begitu
sebaliknya.
Namun
tetap tidak dapat dipungkiri bahwa proporsi dari kekuasaan dalam mempengaruhi
hukum lebih berperan atau menyentuh ke ranah substansial dalam artian hukum
dijadikan “kendaraan” untuk melegalkan kebijakan-kebiajakn dari yang berkuasa.
Sedangkan hukum dalam mempengaruhi kekuasaan hanya menyentuh ke ranah-ranah
formil yang berarti hanya mengatur bagaimana cara membagai dan menyelenggarakan
kekuasaan seperti yang ada dalam konstitusi.
1)
Hukum dalam Mempengaruhi Kekuasaan
Kekuasaan tanpa suatu
aturan maka akan mengkondisikan keadaan seperti hal nya hutan rimba yang hanya
berpihak kepada yang kuat dalam dimensi sosial. Disnilah hukum berperan dalam
membentuk rambu-rambu cara bermain pihak-pihak yang berada di lingkaran
kekuasan. Hal tersebut bisa ditemui di konstitusi dimana konstitusi secara
garis besar berisi tentang bagaimana mengatur, membatasi dan menyelenggarakan
kekuasaan dan mengatur tentang Hak Asasi Manusia. Peran hukum dalam mengatur
kekuasaan berada dalam lingkup formil.
Kekuasaan yang diatur
hukum merupakan untuk kepentingan masyarakat luas agar masyarakat yang
merupakan objek dari kekuasaan tidak menjadi korban dari kekuasaan. Selain
sebagai kepentingan masyarakat, hukum dalam mempengaruhi kekuasaan juga berguna
sebagai aturan bermain pihak-pihak yang ingin berkuasa atau merebut kekuasaan.
Aturan tersebut berguna sebagai cara main yang fair yang bisa mngkoordinir semua pihak yang
terlibat dalam kekuasaan. Hukum dalam hal ini tidsak hanya mengatur masyarakat
tetapi juga mengatur pihak-pihak yang memiliki kekuasaan.
2)
Kekuasaan dalam Mempengaruhi Hukum
Eksistensi
hukum tanpa ada kekuasaan yang melatarbelakanginya membuat hukum menjadi
mandul. Sebaliknya, kekuasaan agar dapat bermanfaat maka harus ditetapkan ruang
lingkup, arah, dan batas-batasnya. Untuk itu diperlukan hukum yang ditetaokan
oleh penguasa itu sendiri yang hendak dipegang dengan teguh.
Kekuasaan diperlukan oleh karena hukum bersifat
memaksa. Tanpa adanya kekuasaan, pelaksanaan hukum di masyarakat akan mengalami
hambatan-hambatan. Semakin tertib dan teratur suatu masyarakat, makin berkurang
diperlukan dukungan kekuasaan. Hukum itu sendiri sebenarnya juga adalah
kekuasaan. Hukum merupakan salah satu sumber kekuasaan. Selain itu, hukum pun
merupakan pembatas bagi kekuasaan, oleh karena kekuasaan itu mempunyai sifat
yang buruk, yaitu selalu merangsang pemegangnya untuk ingin memiliki kekuasaan
yang di miliki oleh kelebihanya dan biasanya menggunakan kekuasaannya secara
semena-mena karena kesombongan atau keangkuhan atas apa yang dimiliki. [3]
Pola hubungan hukum dan kekuasaan ada dua macam:
·
Pertama, hukum
adalah kekuasaan itu sendiri Menurut Lessalle. Dari sudut kekuasaan,
aturan-aturan hukum yang tertuang dalam konstitusi suatu negara merupakan
deskripsi struktur kekuasaan yang terdapat dalam negara dan hubungan-hubungan
kekuasaan di antara lembaga-lembaga negara. Hakekat hukum dalam konteks
kekuasaan menurut Karl Olivercona antara lain daripada “kekuatan yang
terorganisasi”, dimana hukum adalah
“seperangkat aturan mengenai penggunaan kekuatan”.
·
Kedua ,bentuk
kekuasaan itu memiliki esensi dan ciri-ciri yang berbeda satu sama lain dan
bersifat hirarkis, kekuasaan tertinggi adalah kedaulatan, yaitu kekuasaan
negara secara definitif untuk memastikan aturan-aturan kelakuan dalam
wilayahnya, dan tidak ada pihak, baik di dalam maupun di luar negeri, yang
harus dimintai ijin untuk menetapkan atau melakukan sesuatu. Kedaulatan adalah
hak kekuasaan mutlak, tertinggi, tak terbatas, tak tergantung, dan tak terkecuali.
Hak dapat pula diartikan sebagai kekuasaan yang dipunyai seseorang untuk
menuntut pemenuhan kepentingannya yang dilindungi oleh hukum dari orang lain,
baik dengan sukarela maupun dengan paksaan.
Hukum ada karena kuasa yang sah dan sebaliknya perbuatan
penguasa diatur oleh hukum yang dibuatnya. Namun apabila terjadi pertentangan
maka energi hukum sering kalah kuat dengan energi kekuasaan. Akibatnya model
hukum akan melahirkan hukum yang bersifat konservatif dan ortodok. Sebaliknya
dalam kekuasaan yang demokratifakan melahirkan hukum yang bersifat responsif
dan populis. Adapun yang dapat dijadikan catatan, yaitu:
a)
Hukum yang
bersifat imperatif tetapi realitasnya tidak semua taat sehingga membutuhkan
dukungan kekuasaan, besarya kekuasaan tergantung pada tingkat kesadaran hukum
masyarakat.
b)
Dalam
praktek, kekuasaan sering bersifat negatif yaitu berbaur melampaui batas-batas
kekuasaaan.
BAB III
KESIMPULAN
A. Kesimpulan
1. Hukum dan kekuasaan adalah bahwa kekuasaan merupakan suatu unsur yang
mutlak dalam suatu masyarakat hukum dalam arti masyarakat yang diatur oleh dan
berdasarkan hukum.
2. Kekuasaan adalah fenomena yang beraneka ragam bentuknya dan banyak
macam sumbernya.
3. Hubungan hukum dan kekuasan dalam masyarakat dengan
demikian dapat kita simpulkan bahwa hukum memerlukan kekuasaan bagi pelaksanaannya, sebaliknya kekuasaan itu sendiri ditentukan
batas-batasnya oleh hukum. Secara teoritis hubungan antara hukum dan
kekuasaan memang sangat erat kaitannya, di mana hubungan antara hukum dan
kekuasaan yaitu sebagai das sollen hukum determinan atas kekuasaan karena
setiap kekuasaan harus tunduk pada aturan-aturan hukum:
- Hukum merupakan produk kekuasaan, karena hukum merupakan resultante-resulatante penguasa yang dibentuk tidak lain sebagai kristalisasi dari kehendak penguasa;
- Hukum dan kekuasaan dalam konteks penegakan hukum di mana jelas bahwa hukum dan kekuasaan berhubungan secara interdeterminan, karena kekuasaan tanpa hukum merupakan kezaliman sedangkan hukum tanpa kekuasaan akan lumpuh.
Kekuasaan
sering bersumber pada wewenang formal yang memberikan wewenang atau kekuasaan
kepada seseorang atau suatu pihak dalam suatu bidang tertentu. Kekuasaan itu
juga bersumber pada hukum yaitu ketentuan-ketentuan hukum yang mengatur
pemberian wewenang tadi.
B. Saran
Adapun saran kami, antara lain sebagai berikut:
1.
Semoga
semakin banyak literatur yang membahas tentang hukum serta kekuasaan demi
kelancaran penyusunan tugas berikutnya.
2.
Semoga
masyarakat dapat menggunakan kekuasaan yang mereka miliki dengan tepat serta
menaati hukum yang berlaku di Indonesia.
DAFTAR PUSTAKA
B.F.
Pasaribu, Rowland. Hukum dan Kekuasaan. (pdf)
Soemanto.
2008. Hukum dan Sosiologi Hukum
Pemikiran, Teori, dan Masalah.
Surakarta: LPP UNS dan UNS Press.
Soekanto,
Soerjono. 2013. Pokok-pokok Sosiologi
Hukum. Jakarta: Rajawali Pers.
M
Setiadi, Elly. Usman Kolip. 2011. Pengantar
Sosiologi. Jakarta: Kencana.
[1]Bahan Mata Kuliah “Filsafat Hukum” Fakultas Hukum
Universitas Brawijaya, Malang pada tanggal 25 Nopember 2009.3[1]
http://blogperadilan.blogspot.com/2011/05/filsafat-hukum-hukum-dan-kekuasaan.html diunduh selasa 22 november 2011
05.44 WIB
[2] Bewa Ragawino, Ibid, 99
Tidak ada komentar:
Posting Komentar