Jumat, 08 November 2013

Hukum dan Kekuasaan

MAKALAH
SOSIOLOGI HUKUM
HUKUM DAN KEKUASAAN
Oleh:
Kelompok I
1.    Kiki Reski
2.    Sri Wahyu Nensi
3.    Hilpiyah Chory
4.    Andri Sarifuddin
5.    Makmur
6.    Abrar
7.    Rahmat Kadir
8.     Patahuddin

PENDIDIKAN SOSIOLOGI
FAKULTAS ILMU  SOSIAL
UNIVERSITAS NEGERI MAKASSAR
2012/2013



KATA PENGATAR
ﺒﺳﻡﺍﷲﺍﺮﺤﻣﻥﺍﺮﺣﻳﻡ
Assalamu Alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT  karena atas limpahan rahmat dan hidayah-Nya, sehingga kami dapat menyelesaikan tugas ini tepat pada waktunya.
Tugas ini dibuat sebagai hasil pengidentifikasian berdasarkan referensi dari situs internet. Tugas ini juga disusun dalam rangka pemenuhan tugas yang diberikan oleh dosen pembimbing Sosiologi Hukum.
Penulis sangatlah menyadari bahwa di dalam penyusunan tugas “Hukum dan Kekuasaan” ini, masih banyak terdapat kekurangan, baik dari segi isi maupun teknik penulisan. Seperti halnya pepatah yang mengatakan “Tak ada gading yang tak retak”. Untuk itu, kami tetap menerima saran ataupun kritikan yang membangun demi penyempurnaan pada pembuatan tugas berikutnya.
Ucapan terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya kami sampaikan kepada seluruh pihak yang telah turut membantu dalam penyusunan intisari ini. Akhir kata, semoga intisari ini dapat bermanfaat bagi kita semua, amin!
Wassalamu Alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

                                                                                                Makassar, 20 September 2013



Kelompok I









DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR......................................................................................      2
DAFTAR ISI...................................................................................................        3
BAB I PENDAHULUAN
A.    LATAR BELAKANG.......................................................................................        4
B.     RUMUSAN MASALAH...................................................................................       5
C.     TUJUAN...........................................................................................................       5
BAB II PEMBAHASAN
A.    HUKUM............................................................................................................       6
B.     KEKUASAAN...................................................................................................      8
C.     HUBUNGAN HUKUM DENGAN KEKUASAAN.........................................       10
BAB III PENUTUP
A.    KESIMPULAN....................................................................................       14
B.     SARAN.................................................................................................      14
DAFTAR PUSTAKA.......................................................................................       15



BAB I
PENDAHULUAN

A.     Latar Belakang
Law is a system of standardized norms regulating human conduct, deliberalely established for the purpose of social control. Law are interpreted and enforced by formal public (political) authority, rather than by custom. (see also: cicil law, class law, criminal law).
Jika kita terjun ke dalam kenyataan kehidupan sehari-hari maka kita akan dapat benar-benar menyaksikan hal-hal yang diuraikan pada bagian terdahulu,yaitu yang membicarakan tentang hukum sebagai suatu institusi sosial. Di situ kita melihat, bahwa bekerjanya hukum itu memang tidak dapat dilepaskan dari pelayanan yang di berikanya kepada masyarakat (di sekelilingnya). Singkat kata, hukum itu tidak bekerja menurut ukuran dan pertimbanganya sendiri, melainkan dengan memikirkan dan mempertimbangkan apa yang baik untuk di lakukannya bagi masyarakat.
Untuk menjalankan pekerjaan seperti itu, hukum membutuhkan suatu kekuatan pendorong.ia membutuhkan kekuatan pendorong. Ia membutuhkan kekuatan kepadanya untuk menjalankan fungsi hukum, seperti misalnya sebagai kekuatan pengintegrasi atau pengkoordinasi proses-proses dalam masyarakat. Kita bisa mengatakan,bahwa hukum tanpa kekuasaan akan tinggal sebagai keinginan-keinginan atau ide-ide belaka.
Secara singkat dapat dikatakan bahwa “Hukum tanpa kekuasaan adalah angan-angan, kekuasaan tanpa hukum adalah kelaliman”.[1] Kekuasaan itu tidak tidak selalu menyertai kekuatan dan sebaliknya. Ini disebabkan karena kekuasaan tidak selalu, bahkan sering tidak bersumber pada kekuatan fisik. kekuasaan merupakan suatu unsur yang mutlak dalam suatu masyarakat hukum dalam arti masyarakat yang diatur oleh dan berdasarkan hukum.[2].
Untuk lebih jelasnya, dalam makalah ini akan dibahas mengenai hukum, kekuasaan, serta hubungan hukum dengan kekuasaan, bagaimana keduanya saling memberikan sumbangsih.

B.     Rumusan Masalah
Berdasrakan rumusan masalah di atas, adapun masalah yang akan dibahas dalam makalah ini antara lain sebagai berikut:
  1. Apakah yang dimaksud dengan hukum?
  2. Apakah yang dimaksud dengan kekuasaan?
  3. Bagaimanakah hubungan antara hukum dengan kekuasaan?


C.     Tujuan
Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan dari makalah ini adalah sebagai berikut:
  1.  Untuk mengetahui tentang hukum.
  2. Untuk mengetahui tentang kekuasaan.
  3.  Untuk mengetahui hubungan antara hukum dengan kekuasaan.




BAB II
PEMBAHASAN
A.       HUKUM
Hukum merupakan peraturan-peraturan yang bersifat memaksa yang menentukan tingkah laku manusia dalam lingkungan masyarakat, yand dibuat oleh badan-badan resmi pemerintah, dan pelanggaran terhadap peraturan tadi berakibat diambilnya tindakan, berdasarkan penafsiran dari JCT. Simorangkir, S.H. Adapun ciri-ciri mendasar dari hukum yaitu, terdapat perintah ataupun larangan dan perintah atau larangan tersebut harus dipatuhi oleh setiap orang.
Hukum adalah sistem yang terpenting dalam pelaksanaan atas rangkaian kekuasaan kelembagaan. Dari bentuk penyalahgunaan kekuasaan dalam bidang politik, ekonomi dan masyarakat dalam berbagai cara dan bertindak, sebagai perantara utama dalam hubungan sosial antar masyarakat terhadap kriminalisasi dalam hukum pidana, hukum pidana yang berupayakan cara negara dapat menuntut pelaku dalam konstitusi hukum menyediakan kerangka kerja bagi penciptaan hukum, perlindungan hak asasi manusia dan memperluas kekuasaan politik serta cara perwakilan di mana mereka yang akan dipilih.
Pandangan tentang hukum memiliki perbedaan di antara para ahli. Meskipun ada perbedaan pandangan, namun pengertian itu dapat diklasifikasikan dalam tiga kelompok, yaitu:
Pertama, hukum diartikan sebagai nilai-nilai. Misalnya Viktor Hugo yang mengartikan hukum sebagai kebenaran dan keadilan. Grotius mengemukakan bahwa hukum adalah suatu aturan moral tindakan yang wajib yang merupakan sesuatu yang benar. Pembahasan hukum dalam konteks nilai-nilai berarti memahami hukum secara filosofi karena nilai -nilai merupakan abstraksi tertinggi dari kaidah-kaidah hukum.
Kedua, hukum diartikan sebagai asas-asas fundamental dalam kehidupan masyarakat definisi hukum dalam perspektif ini terlihat dalam pandangan Salmond yang mengatakan “hukum merupakan kumpulan asas-asas yang diakui dan diterapkan oleh negara di dalam peradilan”
Ketiga, hukum diartikan sebagai kaidah atau aturan tingkah laku dalam kehidupan masyarakat. Vinogradoff mengartikan hukum sebagai seperangkat aturan yang diadakan dan dilaksanakan oleh suatu masyarakat dengan menghormati kebijakan dan pelaksanaan kekuasaan atas setiap manusia dan barang. Pengertian yang sama dikemukakan oleh Kantorowich, yang berpendapat bahwa hukum adalah suatu kumpulan aturan sosial yang mengatur perilaku lahir dan berdasarkan pertimbangan.
Menurut Prof. Subekti, SH., hukum itu mengabdi pada tujuan negara yaitu mencapai kemakmuran dan kesejahteraan rakyatnya dengan cara menyelenggarakan keadilan. Keadilan itu menuntut bahwa dalam keadaan yang sama tiap orang mendapat bagian yang sama pula.
Unsur-unsur hukum meliputi :
a)         Peraturan mengenai tingkah laku manusia dalam bermasyarakat
b)        Peraturan tersebut dibuat oleh badan yang berwenang
c)         Peraturan itu secara umum bersifat memaksa
d)        Sanksi dapat dikenakan bila melanggarnya sesuai dengan ketentuan atau perundang undangan yang berlaku.
Jadi, berdasarkan uraian di atas, dapat dikatakan bahwa hukum merupakan suatu lembaga kemasyarakatan yang primer di dalam suatu masyarakat, terlebih lagi jika memenuhi syarat berikut:
a)      sumber dari hukum mempunyai wewenang
b)      hukum jelas dan sah secara yuridis
c)      penegak hukum dijadikan sebagai teladan
d)      diperhatikannya jiwa hukum dalam jiwa masyarakat
e)      sanksi bersifat positif maupun negatif
f)       perlindungan efektif bagi mereka yang terkena aturan-aturan hukum.

Hukum secara umum dibedakan menjadi dua, yaitu:       
a)        Hukum kebiasaan
Hukum kebiasaan disebut dengan adat, norma dan nilai yang ada di masyarakat. Atau hukum yang hidup di dalam masyarakat. Yang mengatur tingkah laku masyarakat, untuk mewujudkan cita-cita dalam masyrakat,  merupakan hasil karya masyarakat, dan merupakan bentuk awal dari hukum tentang  praktek.
b)        Hukum positif
Hukum formal yang dibuat dan diberlakukan pemerintah yang merupakan peraturan baku yang mengatur kehidupan rakyat, yang mencakup nilai, norma kebaikan yang diterima dan diberlakukan pada masyarakat.
Sementara itu, dalam teori Max Weber tentang hukum dikemukakan empat tipe ideal dari hukum, yaitu:
a)      Hukum irasional dan material, yaitu dimana pembentuk undang-undang dan hakim mendasarkan keputusannya semata-mata pada nilai-nilai emosional tanpa menunjuk pada suatu kaidah.
b)      Hukumi rasional dan formal, yaitu dimana pembntuk undang-undang dan hakim berpedoman pada kaidah-kaidah di luar akal, oleh karena didasarkan pada wahyu atau ramalan.
c)      Hukum rasional dan material, di mana keputusan-keputusan para pembentuk undang-undang dan hakim menunjuk pada suatu kitab suci, kebijaksanaan-kebijaksanaan penguasa atau ideologi.
d)      Hukum rasional dan formal, yaitu dimana hukum dibentuk semata-mata atas dasar konsep-konsep abstrak dari ilmu hukum.

B.       KEKUASAAN
Kekuasaan adalah kemampuan untuk menggunakan pengaruh pada orang lain; artinya kemampuan untuk mengubah sikap atau tingkah laku individu atau kelompok. Kekuasaan juga berarti kemampuan untuk mempengaruhi individu, kelompok, keputusan, atau kejadian. Kekuasaan tidak sama dengan wewenang, wewenang tanpa kekuasaan atau kekuasaan tanpa wewenang akan menyebabkan konflik dalam organisasi.
Secara umum ada dua bentuk kekuasaan:
a.         Kekuasaan pribadi,  kekuasaan yang didapat dari para pengikut dan didasarkan pada seberapa besar pengikut mengagumi, respek dan terikat pada pemimpin.
b.         Kekuasaan posisi, kekuasaan yang didapat dari wewenang formal organisasi.
Kekuasaan berkaitan erat dengan pengaruh (influence) yaitu tindakan atau contoh tingkah laku yang menyebabkan perubahan sikap atau tingkah laku orang lain atau kelompok.
Ada beberapa sumber kekuasaan, yaitu:
a)      Sarana paksaan fisik yang sering seklai digunakan untukn menguasai pihak lain adalah senjata.
b)      Harta benda.
c)      Normatif, yaitu orang yang memiliki pengaruh terhadap pihak lainkarena norma sosial yang berlaku mengharuskan masyarakat patuh.
d)      Popularitas (pribadi terkenal), yaitu adanya potensi dan daya tarik.
e)      Pengetahuan, informasi dan keahlian.
f)       Massa yang terorganisasi dalam ormas tertentu.
g)      Jabatan.
h)      Pers atau lembaga penyiaran publik.
Adapun unsur pokok kekuasaan yaitu, rasa takut, rasa cinta, kepercayaan, pemujaan. Dan saluran kekuasaan yaitu, saluran militer, saluran ekonomi, saluran politik, saluran tradisional, saluran ideologi, serta saluran lainnya.
Ditinjau dari sudut ilmu politik, hukum merupakan suatu sarana dari elit yang sedang berkuasa, yang sedikit banyaknya dipergunakan untuk mempertahankan atau bahkan untuk menambah kekuasaan. Bentuk-bentuk kekuasaan dalam masyarkat beraneka ragam dengan masing-masing polanya. Pada umumnya, ada pla umum di dalam setiap masyarakat, walaupun pada dasarnya masyarakat tadi mengalami perubahan-perubahan. Biasanya bentuk dan sistem kekuasaan selalu menyesuaikan dirinya pada masyarakat dengan adat istiadat dan pola perikelakuannya (Soerjono Soekanto 1978:179). Mungkin secara kritis, batas-batasnya dapat mengalami perubahan sedikit, akan tetapi batasan antara berkuasa dengan yang dikuasai selalu ada. Gejala inilah yang menimbulkan lapisan kekuasaan atau piramida kekuasaan yang didasarkan pada rasa kekhawatiran dari masyarakat akan terjadinya disintegrasi apabila tidak ada kekuasaan. Karena integrasi masyarakat dipertahankan oleh tata tertib sosial yang dijalankan oleh penguasa, maka masyarakat mengakui adanya lapisan-lapisan kekuasaan tersebut, walaupun kadang-kadanghal itu merupakan beban berat bagi mereka (yaitu masyarakat) (R.M. Maclver 1954: 98). Namun, inilah tanda bahwa dalam masyarakat ada yang memerintah dan yang diperintah.
Kekuasaan bukanlah semata-mata banyak orang yang tunduk di bawah seorang penguasa, kekuasaan senantiasa berarti suatu sistem berlapis-lapis yang bertingkat (hierarchis) (Macvler 1950: 17). Menuurt Macvler, dapat dijumpai tiga pola umum dari sistem lapisan-lapisan kekuasaan atau piramida kekuasaan, yaitu:
a)      Tipe pertama adalah tipe  kasta, yaitu sistem lapisan kekuasaan dengan garis-garis pemisah yang tegas dan kaku. Tipe semacam ini biasanya dapat dijumpai pada masyarakat yang berkuasa, di mana hampir tidak terjadi gerak sosial yang kekal. Garis pemisah masing-masing lapisan hampir tak mungkinditembus.
b)      Tipe kedua dinamakan tipe oligarkis, merupakan lapisan kekuasaan yang masih mempunyai garis pemisah yang tegas, akan tetapi dasar pembedaan kelas-kelas sosial ditemukan oleh kebudayaan masyarakat, terutama dalam hal kesempatan yang diberikan kepada warga masyarakat untuk memperoleh kekuasaan tertentu.
c)      Tipe yang ketiga yaitu tipe demokratis, lebih menunjukkan akan adanya garis pemisah antara lapisan yang sifatnya mobil sekali. Kelahiran tidak terlalu menentukan kedudukan seseorang, yang terpenting adalah kemampuannya dan kadang-kadang juga faktor keberuntungan.
Dengan memiliki kekuasaan, seseorang atau kelompok akan menggunakan kekuasaannya untuk bertindak atau dengan kata lain memiliki wewenang terhadap suatu hal.

C.       HUBUNGAN HUKUM DENGAN KEKUASAAN
Pada pembahasan sebelumnya telah dijelaskan pola-pola piramida kekuasaan, sehingga dapat jelas terlihat bahwa dalam piramida tersebut berhubungan dengan dasar berlakunya hukum. Itu hanyalah satu aspek dari hubungan antara hukum dengan piramida kekuasaan yang mewujudkan suatu objek penelitian tentang faktor kekuasaan dalam penerapan hukum. Di satu sisi, ini dapat menunjukkan sejauh mana hukum digunakan untuk mempertahankan atau menambah kekuasaan. Di sisi lain, hal ini dapat memberi petunjuk samapai seberapa jauh efektivitas hukum dalam membatasi ruang lingkup kekuasaan.
Kekuasaan perlu sebuah “kemasan” yang bisa memperebutkan dan mempertahankan kekuasaan yaitu politik. Yang menjadi permasalahan adalah mana yang menjadi hal yang mempengaruhi atau yang dipengaruhi. Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, bahwa tidak bisa satu hal saja yang mempengaruhi hal yang dipengaruhi. Antara hukum dan kekuasaan saling berpengaruh satu sama lain atau bisa disebut saling melengkapi. Sehingga di satu sisi hukum yang dipengaruhi oleh kekuasaan begitu sebaliknya.
Namun tetap tidak dapat dipungkiri bahwa proporsi dari kekuasaan dalam mempengaruhi hukum lebih berperan atau menyentuh ke ranah substansial dalam artian hukum dijadikan “kendaraan” untuk melegalkan kebijakan-kebiajakn dari yang berkuasa. Sedangkan hukum dalam mempengaruhi kekuasaan hanya menyentuh ke ranah-ranah formil yang berarti hanya mengatur bagaimana cara membagai dan menyelenggarakan kekuasaan seperti yang ada dalam konstitusi.
1)      Hukum dalam Mempengaruhi Kekuasaan
Kekuasaan tanpa suatu aturan maka akan mengkondisikan keadaan seperti hal nya hutan rimba yang hanya berpihak kepada yang kuat dalam dimensi sosial. Disnilah hukum berperan dalam membentuk rambu-rambu cara bermain pihak-pihak yang berada di lingkaran kekuasan. Hal tersebut bisa ditemui di konstitusi dimana konstitusi secara garis besar berisi tentang bagaimana mengatur, membatasi dan menyelenggarakan kekuasaan dan mengatur tentang Hak Asasi Manusia. Peran hukum dalam mengatur kekuasaan berada dalam lingkup formil.
Kekuasaan yang diatur hukum merupakan untuk kepentingan masyarakat luas agar masyarakat yang merupakan objek dari kekuasaan tidak menjadi korban dari kekuasaan. Selain sebagai kepentingan masyarakat, hukum dalam mempengaruhi kekuasaan juga berguna sebagai aturan bermain pihak-pihak yang ingin berkuasa atau merebut kekuasaan. Aturan tersebut berguna sebagai cara main yang fair yang bisa mngkoordinir semua pihak yang terlibat dalam kekuasaan. Hukum dalam hal ini tidsak hanya mengatur masyarakat tetapi juga mengatur pihak-pihak yang memiliki kekuasaan.
2)      Kekuasaan dalam Mempengaruhi Hukum
Eksistensi hukum tanpa ada kekuasaan yang melatarbelakanginya membuat hukum menjadi mandul. Sebaliknya, kekuasaan agar dapat bermanfaat maka harus ditetapkan ruang lingkup, arah, dan batas-batasnya. Untuk itu diperlukan hukum yang ditetaokan oleh penguasa itu sendiri yang hendak dipegang dengan teguh.
Kekuasaan diperlukan oleh karena hukum bersifat memaksa. Tanpa adanya kekuasaan, pelaksanaan hukum di masyarakat akan mengalami hambatan-hambatan. Semakin tertib dan teratur suatu masyarakat, makin berkurang diperlukan dukungan kekuasaan. Hukum itu sendiri sebenarnya juga adalah kekuasaan. Hukum merupakan salah satu sumber kekuasaan. Selain itu, hukum pun merupakan pembatas bagi kekuasaan, oleh karena kekuasaan itu mempunyai sifat yang buruk, yaitu selalu merangsang pemegangnya untuk ingin memiliki kekuasaan yang di miliki oleh kelebihanya dan biasanya menggunakan kekuasaannya secara semena-mena karena kesombongan atau keangkuhan atas apa yang dimiliki. [3]
Pola hubungan hukum dan kekuasaan ada dua macam:
·         Pertama, hukum adalah kekuasaan itu sendiri Menurut Lessalle. Dari sudut kekuasaan, aturan-aturan hukum yang tertuang dalam konstitusi suatu negara merupakan deskripsi struktur kekuasaan yang terdapat dalam negara dan hubungan-hubungan kekuasaan di antara lembaga-lembaga negara. Hakekat hukum dalam konteks kekuasaan menurut Karl Olivercona antara lain daripada “kekuatan yang terorganisasi”,  dimana hukum adalah “seperangkat aturan mengenai penggunaan kekuatan”.
·         Kedua ,bentuk kekuasaan itu memiliki esensi dan ciri-ciri yang berbeda satu sama lain dan bersifat hirarkis, kekuasaan tertinggi adalah kedaulatan, yaitu kekuasaan negara secara definitif untuk memastikan aturan-aturan kelakuan dalam wilayahnya, dan tidak ada pihak, baik di dalam maupun di luar negeri, yang harus dimintai ijin untuk menetapkan atau melakukan sesuatu. Kedaulatan adalah hak kekuasaan mutlak, tertinggi, tak terbatas, tak tergantung, dan tak terkecuali. Hak dapat pula diartikan sebagai kekuasaan yang dipunyai seseorang untuk menuntut pemenuhan kepentingannya yang dilindungi oleh hukum dari orang lain, baik dengan sukarela maupun dengan paksaan.
Hukum ada karena kuasa yang sah dan sebaliknya perbuatan penguasa diatur oleh hukum yang dibuatnya. Namun apabila terjadi pertentangan maka energi hukum sering kalah kuat dengan energi kekuasaan. Akibatnya model hukum akan melahirkan hukum yang bersifat konservatif dan ortodok. Sebaliknya dalam kekuasaan yang demokratifakan melahirkan hukum yang bersifat responsif dan populis. Adapun yang dapat dijadikan catatan, yaitu:
a)        Hukum yang bersifat imperatif tetapi realitasnya tidak semua taat sehingga membutuhkan dukungan kekuasaan, besarya kekuasaan tergantung pada tingkat kesadaran hukum masyarakat.
b)        Dalam praktek, kekuasaan sering bersifat negatif yaitu berbaur melampaui batas-batas kekuasaaan.



BAB III
KESIMPULAN
A.       Kesimpulan
1.      Hukum dan kekuasaan adalah bahwa kekuasaan merupakan suatu unsur yang mutlak dalam suatu masyarakat hukum dalam arti masyarakat yang diatur oleh dan berdasarkan hukum.
2.      Kekuasaan adalah fenomena yang beraneka ragam bentuknya dan banyak macam sumbernya.
3.      Hubungan hukum dan kekuasan dalam masyarakat dengan demikian dapat kita simpulkan bahwa hukum memerlukan kekuasaan bagi pelaksanaannya, sebaliknya kekuasaan itu sendiri ditentukan batas-batasnya oleh hukum. Secara teoritis hubungan antara hukum dan kekuasaan memang sangat erat kaitannya, di mana hubungan antara hukum dan kekuasaan yaitu sebagai das sollen hukum determinan atas kekuasaan karena setiap kekuasaan harus tunduk pada aturan-aturan hukum:
  • Hukum merupakan produk kekuasaan, karena hukum merupakan resultante-resulatante penguasa yang dibentuk tidak lain sebagai kristalisasi dari kehendak penguasa;
  • Hukum dan kekuasaan dalam konteks penegakan hukum di mana jelas bahwa hukum dan kekuasaan berhubungan secara interdeterminan, karena kekuasaan tanpa hukum merupakan kezaliman sedangkan hukum tanpa kekuasaan akan lumpuh.

Kekuasaan sering bersumber pada wewenang formal yang memberikan wewenang atau kekuasaan kepada seseorang atau suatu pihak dalam suatu bidang tertentu. Kekuasaan itu juga bersumber pada hukum yaitu ketentuan-ketentuan hukum yang mengatur pemberian wewenang tadi.
B.     Saran
Adapun saran kami, antara lain sebagai berikut:
1.      Semoga semakin banyak literatur yang membahas tentang hukum serta kekuasaan demi kelancaran penyusunan tugas berikutnya.
2.      Semoga masyarakat dapat menggunakan kekuasaan yang mereka miliki dengan tepat serta menaati hukum yang berlaku di Indonesia.









DAFTAR PUSTAKA

B.F. Pasaribu, Rowland. Hukum dan Kekuasaan. (pdf)
Soemanto. 2008. Hukum dan Sosiologi Hukum Pemikiran, Teori, dan  Masalah. Surakarta: LPP UNS dan UNS Press.
Soekanto, Soerjono. 2013. Pokok-pokok Sosiologi Hukum. Jakarta: Rajawali Pers.
M Setiadi, Elly. Usman Kolip. 2011. Pengantar Sosiologi. Jakarta: Kencana.
[1]Bahan Mata Kuliah “Filsafat Hukum” Fakultas Hukum Universitas Brawijaya, Malang pada tanggal 25 Nopember 2009.3[1] 
[2] Bewa Ragawino, Ibid, 99




KARAKTERISTIK PENELITIAN KUANTITATIF

Menurut Hamidi (2004), karakteristik penelitian kuantitatif dapat dilihat dari aspek-aspek berikut:
a) Segi perspektif
Lebih menggunakan pendekatan etik, artinya bahwa peneliti mengumpulkan data dengan menetapkan terlebih dahulu konsep sebagai variabel-variabel yang berhubungan, yang berasal dari teori yang dipilih oleh peneliti. Yang kemudian variabel tersebut dicari dan ditetapkan indikator-indikatornya, yangmenjadi dasar dalam pembuatan kuisioner, pilihan jawaban, dan skornya.
b) Segi konsep atau teori
Bertolak dari konsep yang terdapat dalam teori yang dipilih oleh peneliti kemudian dicari datanya melalui kuisioner untuk pengukuran variabel-variabelnya. Sederhananya adalah, penelitian ini beranjak dari konsep, teori atau menguji teori (retest).
c) Segi hipotesis
Merumuskan hipotesis sejak awal, yang berasal dari teori yang relavan yang telah dipilih.
d) Segi teknik pengumpulan data
Mengutamakan penggunaan kuisioner atau angket.
e) Segi permasalahan atau tujuan
Menanyakan atau ingin mengetahui tingkat pengaruh, keeratan korelasi, atau asosiasi antarvariabel atau kadar satu variabel dengan cara pengukuran.
f) Segi teknik memperoleh jumlah responden
Responden (sampel) penelitian ini adalah ukuran besar, sampelnya bersifat representatif (perwakilan), serta diperoleh dengan menggunakan rumus, persentase atau tabel-populasi sampel serta telah ditentukan sebelum dilaksananakannya pengumpulan data.
g) Segi alur pikir penarikan kesimpulan
Secara deduktif, yaitu dari penetapan variabel (konsep), kemudian pengumpulan data dan menyimpulkannya. h) Segi bentuk sajian data
Data penelitian kuantitatif disajikan dalam bentuk angka dan tabel.
i) Segi definisi operasional
Menggunakan istilah definisi operasional yang merupakan petunjuk bagaimana sebuah variabel diukur, atau menggunakan perspektif etik. Dalam hal ini jelas bahwa peneliti telah menetapkan jenis dan jumlah indikator, dan berarti telah membatasi subjek penelitian mengemukakan pendapat,pengalaman atau pandangan mereka. j) Segi analisis data
Analisis data dilakukan pada saat akhir pengumpulan data atau setelah pengumpulan data selesai tentu saja dengan menggunakan perhitungan statistik.
k) Segi instrumen
Instrumen penelitiannya berupa angket atau kuisioner.
l) Segi kesimpulan
Penarikan kesimpulan sepenuhnya dilakukan oleh peneliti berdasarkan hasil perhitungan atau analisis statistik.
Dan secara umum, penelitian kuantitatif memiliki karakteristik sebagai berikut, yaitu:
a. Desain penelitian kuantitatif bersifat tetap (permanent), misalnya besarnya sampel, dan siapa yang dan bagaimana memperoleh sampel, pada umumnya tidak dapat diubah-ubah.
b. Hasil penelitian kuantitatif dirumuskan hanya berdasarkan data yang ada. Pada penelitian kuantitatif pengidentifikasian variabel, dan perumusan hipotesis pada umumnya didasarkan pada teori-teori atau konsep-konsep yang telah ada.
c. Pada penelitian kualitatif perujukan teori dan konsep seperti itu sangat dibatasi pada langkah-langkah awal, tetapi teori atau konsep itu dipakai dalam analisis data dan perumusan pola-pola temuan.
d. Dalam pendekatan kuantitatif diasumsikan bahwa peneliti tahu arti suatu perbuatan yang dilakukan oleh orang-orang yang sedang diteliti.
e. Perumusan konsep, teori dan kesimpulan pada penelitian kuantitatif dilakukan dengan metode deduktif.
f. Proses penelitian kuantitatif bebas dari pengaruh nilai, bebas nilai (value free), yang berbeda dengan penelitian kualitatif yang tidak mungkin bebas dari nilai. (value bound).
g. Dalam menulis laporan hasil penelitian, disajikan dalam bentuk tabel-tabel data, analisis statistik dan grafik. h. Pekerjaan kuantitatif didasarkan pada ”realistik epistimology” yang beranggapan bahwa apa yang dikatakan sebagai suatu ”truth” itu persis sama dengan benda atau kenyataan yang sebenarnya, karena suatu kesimpulan yang dibuat harus benar-benar akurat dan disimpilkan berdasarkan realitanya.


Referensi: Zuriah, Nurul. 2006. Metodologi Penelitian Sosial dan Pendidikan Teori Aplikasi. Jakarta: Bumi Aksara. http://kei-ma.blogspot.com/2011/06/karakteristik-penelitian-kuantitatif.html

Metode Penelitian Kuantitatif

METODE PENELITIAN KUANTITATIF 

       Penelitian kuantitatif merupakan suatu penelitian yang analisisnya secara umum memakai analisis statistik. Penelitian kuantitatif dikembangkan oleh penganut positivisme yang dipelopori oleh Auguste Conte. Aliran ini berpendapat bahwa untuk memacu perkembangan ilmu-ilmu sosial, maka metode-metode IPA harus diadopsi ke dalam riset-riset ilmu sosial. Selanjutnya Penelitian kuantitatif adalah penelitian ilmiah yang sistematis terhadap bagian-bagian danfenomena serta hubungan-hubungannya. Tujuan penelitian kuantitatif adalah mengembangkan dan menggunakan model-model matematis, teori-teori dan/atau hipotesis yang berkaitan dengan fenomena alam. Proses pengukuran adalah bagian yang sentral dalam penelitian kuantitatif karena hal ini memberikan hubungan yang fundamental antara pengamatan empiris dan ekspresi matematis dari hubungan-hubungan kuantitatif. Pada hakikatnya setiap penelitian kuantitatif dalam ilmu-ilmu sosial menerapkan filosofi yang disebut deducto hipothetico verifikatif artinya, masalah penelitian dipecahkan dengan bantuan cara berpikir deduktif melalui pengajuan hipotesis yang dideduksi dari teori-teori yang bersifat universal dan umum, sehingga kesimpulan dalam bentuk hipotesis inilah yang akan diverifikasi secara empiris melalui cara berpikir induktif dengan bantuan statistika inferensial. Penelitian kuantitatif melibatkan pengukuran tingkatan suatu ciri tertentu. Untuk menemukan sesuatu dalam penelitian, peneliti harus mengetahui apa yang menjadi ciri sesuatu itu. Untuk itu peneliti mulai mencatat atau menghitung dari satu, dua, tiga dan seterusnya.

       Berdasarkan pertimbangan dangkal demikian, kemudian peneliti menyatakan bahwa penelitian kuantitatif mencakup setiap penelitian yang didasarkan atas perhitungan persentase, rata-rata dan perhitungan statistik lainnya. Dengan kata lain, penelitian kuantitatif melibatkan diri pada perhitungan atau angka atau kuantitas atau dengan menghitung menggunakan rumus-rumus statistik. Hasil analisis kuantitatif cenderung membuktikan maupun memperkuat teori-teori yang sudah ada. Penelitian kuantitatif sering bertolak dari teori, sehingga bersifat reduksionis dan verifikatif, yakni hanya membuktikan teori (menerima atau menolak teori). Di dalam penelitian Kuantitatif ini memiliki ciri-ciri khusus atau karakteristik tersendiri yang tentunya berbeda dengan penelitian yang lain diantaranya :
  1. Asumsi Penelitian kuantitatif memiliki ciri khas berhubungan dengan data numerik dan bersifat obyektif. Fakta atau fenomena yang diamati memiliki realitas obyektif yang bisa diukur. Variabel-variabel penelitian dapat diidentifikasi dan interkorelasi variabel dapat diukur. Peneliti kuantitatif menggunakan sisi pandangannya untuk mempelajari subyek yang ia teliti (etik). Keunggulan penelitian kuantitatif terletak pada metodologi yang digunakan.
  2. Tujuan penelitian Penelitian kuantitatif memiliki tujuan menggeneralisasikan temuan penelitian sehingga dapat digunakan untuk memprediksi situasi yang sama pada populasi lain (nilai prediktif). Penelitian kuantitatif juga digunakan untuk menjelaskan hubungan sebab-akibat antar variabel yang diteliti, dan juga menguji teori yang sebelumnya sudah ada.
  3. Pendekatan Penelitian kuantitatif dimulai dengan teori dan hipotesis. Peneliti menggunakan teknik manipulasi dan mengkontrol variabel melalui instrumen formal untuk melihat interaksi kausalitas. Peneliti mencoba mereduksi data menjadi susunan numerik selanjutnya ia melakukan analisis terhadap komponen penelitian (variabel). Penarikan kesimpulan secara deduksi dan menetapkan norma secara konsensus. Bahasa penelitian dikemas dalam bentuk laporan.
  4. Peran peneliti dalam penelitian kuantitatif, peneliti secara ideal berlaku sebagai observer subyek penelitian yang tidak terpengaruh menjadi bagian dari subjek penelitian dan tidak memihak (obyektif). Seta peneliti itu harus independent terhadap yang diteliti.
  5. Analisis, dilakukan setelah selesai pengumpulan data, deduktif dan menggunakan statistic untuk menguji hipotesis.
  6. Pendekatan kuantitatif lebih menitikberatkan pada frekuensi tinggi.
  7. Kebenaran dari hasil analisis penelitian kuantitatif bersifat nomothetik dan dapat digenrealisasi. Atau kepercayaan terhadap hasil penelitian dengan pengujian validitas dan reliabilitas instrument. Hubungan peneliti dengan responden, adanya jarak antara keduanya bahkan sering tanpa kontak agar penelitian berjalan obyektif, dan kedudukan peneliti lebih tinggi dari pada responden.
  8. Penelitian kuantitatif menggunakan paradgma positivistik-ilmiah. Segala sesuatu dikatakan ilmiah bila dapat diukur dan diamati secara obyektif yang mengarah kepada kepastian dan kecermatan (Sunarto, 1993: 3). Karena itu, paradigma ilmiah-positivisme melahirkan berbagai bentuk percobaan, perlakuan, pengukuran dan uji-uji statistik.
  9. Desain yaitu spesifik, jelas, dan rinci; ditentukan secara mantap sejak awal; menjadi pegangan langkah demi langkah.
  10. Teknik Pengumpulan data yaitu kuesioner, observasi dan wawancara terstruktur.
  11. Instrumen Penelitian, yaitu test, angket, wawancara terstruktur dan instrument yang telah terstandar.
  12. Data, dalam bentuk angka-angka/statistik hasil pengukuran variabel yang dioperasikan dengan menggunakan instrument. 
  13. Sampel/sumber data terdiri atas besar, representative, sedapat mungkin random dan sudah ditentukan sejak awal. 
  14. Penelitian kuantitatif khususnya eksperimen, dapat menggambarkan sebab-akibat. 
  15. Mengenai waktu pengumpulan dan analisis data sudah dapat dipastikan. Peneliti dapat menentukan berbagai aturan yang terkait dengan pengumpulan data, jumlah tenaga yang diperlukan, berapa lama pengumpulan data akan dilakukan, dan jenis data yang akan dikumpulkan sesuai hipotesis yang dirumuskan. Hal ini sejalan dengan instrumen yang sudah baku dan sudah dipersiapkan. 


     Demikian halnya model analisis data, uji-uji statistik, dan penyajian data, termasuk tabel-tabel yang akan dipergunakan sudah dapat ditentukan. Dalam hal ini mengutamakan sedain atau metode kerja yang sangat ketat. Alur berfikir dalam merumuskan masalah penelitian kuantitatif, antara lain sebagai berikut: 
1. Latar belakang, memuat aktivitas eksplorasi masalah dan menggali hal-hal yang dirasakan penting untuk dijadikan sebagai sutau kajian penelitian, yakni:
a. Argumentasi mengapa masalah tersebut menarik untuk diteliti dipandang dari bidang keilmuan/maupun kebutuhan praktis. 
b. Penjelasan akibat-akibat negatif jika masalah tersebut tidak dipecahkan. 
c. Penjelasan dampak positif yang timbul dari hasil-hasil penelitian 
d. Penjelasan bahwa masalah tersebut relevan, aktual dan sesuai dengan situasi dan kebutuhan zaman 
e. Relevansinya dengna penelitian-penelitian sebelumnya 
f. Gambaran hasil penelitian dan manfaatnya bagi masyarakat atau negara dan bagi perkembangan ilmu. 
g. Identifikasi Masalah

2. Identifikasi masalah, sebagai kegiatan menginvertarisir berbagai masalah-masalah yang ada dalam objek penelitian atau bahkan masalah-masalah yang ada di luar penelitian. 

3. Batasan masalah,beragam masalah yang telah teridentifikasikan dibatasi dalam ruang lingkup yang lebih sempit. 
4. Rumusan masalah, masalah ayng telah dibatasi perlu dirumuskan secara spesidik, agar masalah dapat terjawabsecara akurat. 
5. Landasan teori, rumusan masalah dapat diformulasikan dalam sebuah pertanyaan penelitian. 
6. Hipotesis penelitian, melanjutkan dengan memformulasikan kepada hipotesis penelitian sebagai jawaban sementara dari rumusan masalah. Dikatan sementara karena jawaban yang diberikan baru didasarkan teori yang relavan, belum didasari oleh data empiris yang didapatkan dari pengumpulan data. 
7. Metodologi pendidikan, kemudian dilanjutkan dengan metodologi penelitian dengan pendekatan kuantitatif untuk menguji hipotesis. 

Jenis-jenis pendekatan dalam penelitian kuantitatif, antara lain sebagai berikut: 
  1. Penelitian deskriptif (penggambaran). Adalah penelitian untuk memberikan uraian mengenai fenomena atau gejala sosial yang diteliti dengan mendeskripsikan tentang nilai variabel mandiri, baik satu variabel atau lebih (independent). 
  2. Penelitian komparatif (perbandingan). Pola penelitian ini adalah membandingkan satu variabel atau lebih dengan sampel besar, atau penelitian dilakukan dengan mengkaji beberapa fenomena sosial dalam bidang pendidikan yang lain. 
  3. Peneitian asosiatif (kolerasional). Penelitian ini sering disebut dengan penelitian hubungan sebab akibat (kausal koleration). Tujuan penelitian     ini untuk mengetahui hubungan antara dua variabel atau lebih, atau hubungan antara variabel bebas dengan     variabel terikat.
  4. Penelitian eksperimen. Adalah penelitian yang menuntut peneliti memnaipulasi dan mengendalikan satu atau lebih variabel bebas serta mengamati variabel terikat, untuk melihat perbedaan sesuai dengan manipulasi variabel bebas tersebut.
  5. Penelitian expost facto (kausalitas). Merupakan penelitian yang dilakukan untuk meneliti suatu peristiwa yang telah terjadi dan kemudian mengamati ke belakang tentang faktor-faktor yang dapat menyebabkan timbilnya kajian tersebut.
  6. Penelitian survey. Merupakan penelitian yang dilakukan melalui pengamatan langsung terhadap sutu gejala atau pengumpulan informasi dari populasi besar maupun kecil, tetapi data yang dipelajari adalah data dari sampel sebagai  mewakili data populasi tersebut.  

Ada 3 macam bentuk dari hubungan variabel terikat, yaitu: 
a) Hubungan simetris, yaitu variabel X tidak mempengaruhi variabel Y, atau sebaliknya Y mempengaruhi X. b) Hubungan kausal/sebab akibat, variabel X mempengaruhi variabel Y, atau sebaliknay Y mempengaruhi X. c) Hubungan timbal balik, yaitu variabel X dan variabel Y saling mempengaruhi.
   
Tahap persiapan pengolahan data kuantitatif, antara lain sebagai berikut:
  1. Editing, yaitu kegiatan meneliti atau memeriksa kembali data yang telah dikumpulkan dari lapangan, biasanya dilakukan untuk kuisioner melalui wawancara formal. 
  2. Coding, yaitu usaha mengklasidikasikan jawaban responden menurut macamnya, tujuannya untuk menyederhanakan jawaban sehingga dapat diolah, seperti memberikan kode atau simbol tertentu. Cara pengolahan data dalam metode penelitian kuantitatif biasa juga disebut dengan pengolahan data dengan cara statistik. Dapat dilakukan dengan 2 cara, yakni: 
a. Distribusi frekuensi Yakni pengolahan data dengan mengatur dan mengelompokkan data ke dalam kelas atau kategori tertentu agar mudah dipahami. Ada 3 bentuk distribusi frekuensi yaitu mutlak, relatif, dan kumulatif. Data dari bentuk ketiganya bisa disajikan dalam bnetuk grafik dan diagram demi kemudahan dalam membacanya.
b. Ukuran tendensi sentral Dalam hal ini, data disusun dengan mencari bilangan yang mewakili keseluruhan satuan data tersebut. Bilangan yang mewakili keseluruhan satuan data disebut tendensi sentral. Ukuran tendensisentral yang sering digunakan adalah mean (rata-rata), modus (frekuensi tertinggi), dan median (nilai tengah). Secara umum format penyusunan laporan penelitian kuantitatif terdiri dari: 
  • Halaman judul penelitian Memuat judul penelitian yang ditulis dengan singkat dan spesifik, yang menggambarkan masalah yang diteliti.
  • Daftar isi Memuat judul dan subjudul dari bagian-bagian proposal beserta halamannya.
  • Bagian-bagian isi proposal penelitian Gambaran umum isi laporan penelitian harus mengikuti prosedur prnelitian, yaitu urutan langkah-langkah yang sistematis, seperti: 
- Judul Penelitian
- Daftar Isi
I. Pendahuluan 
A. Latar Belakang 
B. Identifikasi Masalah 
C. Pembatasan Masalah 
D. Perumusan Masalah E. Tujuan Penelitian 
F. Manfaat Penelitian 

II. Kajian Pustaka 
A. Deskripsi Teori 
B. Penelitian yang Relavan 
C. Kerangka Konseptual Penelitian 
D. Hipotesis 

III. Metodologi Penelitian 
A. Pendekatan dan Jenis Penelitian 
B. Tempat Penelitian 
C. Populasi dan Teknik Pengambilan Sample 
D. Instrumen Penelitian 
E. Teknik Pengumpulan Data 
F. Jadwal Penelitian 
G. Daftar Pustaka Manfaat penelitian kuantitatif, antara lain sebagai berikut: 
  • deskripsi/penggambaran secara khusus, karna lebih jelas dengan menggunakan angka/numerik yang bersifat pasti. 
  •  validitas data dan informasi akurat dan signifikan. Artinya, makna secara statistik/signifikansi secara statistik. 
  • adanya pengujian terhadap teori. 



 Referensi: Tim Edukatif HTS. Modul Sosiologi Untuk SMA/MA Kelas XII. Surakatra: Penerbit Hayati Tumbuh Subur. Iskandar. 2013. Metodologi Penelitian Pendidikan dan Sosial. Jakarta: Referensi. Sugiono. 2010. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R & D. Bandung: Alfabeta. Zuriah, Nurul. 2006. Metodologi Penelitian Sosial dan Pendidikan Teori-Aplikasi. Jakarta: Bumi Aksara.